Kamis, 22 Maret 2018

Review Buku: Then & Now (Dulu & Sekarang) #Part 1


Judul Buku : Then & Now (Dulu & Sekarang)
Pengarang : Arleen A
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Diterbitkan, pertama kali : Jakarta, 2017
Cover Design : Martin Di
ma
Editor : Dini Novita Sari
Tebal : 344 Halaman, 20 cm
ISBN : 978-602-03-5128-5

Sinopsis :

Ruita
Gadis dari suku telinga pendek. Ia tidak menyukai suku telinga panjang, apalagi kalau harus bekerja pada mereka. Tapi lalu ia melihat mata itu, mata seorang lelaki suku telinga panjang yang sorotnya seolah dapat melihat kedalaman hati Ruita.

Atamu
Ia tidak pernah menyangka akan jatuh hati pada gadis dari suku lain yang lebih rendah derajatnya. Tapi apalah arti kekuatan lelaki berusia enam musim panas bila dihadapkan pada akhir yang lama tertulis sebelum dunia diciptakan?

Rosetta
Ia punya segalanya, termasuk kekasih yang sempurna. Tapi ketika dilamar, ia menolak tanpa tahu alasannya. Ia hanya tahu hatinya menantikan orang lain, seseorang yang belum dikenalnya.

Andrew
Ia hanya punya enam bulan untuk mencari calon istri, tapi ia tak tahu dari mana harus memulai sampai ia melihat seorang gadis berambut merah. Dan begitu saja, ia tahu ia akan melakukan apa pun untuk mendapatkan gadis itu.

Ini kisah cinta biasa: tentang dua pasang kekasih yang harus berjuang demi cinta. Namun, bukankah tidak pernah ada kisah cinta yang biasa?

Kata orang, cinta tidak mengenal apapun. Tidak tempat, tidak juga waktu.

Didalam novel ini, ada dua plot cerita yang menceritakan kisah percintaan di dua waktu berbeda; dulu dan sekarang. Pada bagian dulu, menceritakan tentang kisah cinta Ruita dan Atamu. Keduanya terlahir dari suku yang berbeda. Ruita lahir dari suku Momoki, dimana suku ini memiliki kulit gelap, bertubuh kecil dan bertelinga pendek. Sedangkan Atamu, lahir dari suku Eepe, yang memiliki kulit putih, tubuh tinggi dan suku ini memanjangkan telinganya. Adapun suku lain yang melengkapi perbedaan suku Eepe dan Momoki, yaitu suku Miru yang tak ubahnya seperti suku Momoki, hanya saja, suku Miru memiliki kemampuan khusus yang menakjubkan. Hal ini yang membedakan suku Momoki dan suku Miru dalam penilaian suku Eepe.

Ketika Ruita dihadapkan atas pilihan dalam melangkah; mengikuti langkah Atamu atau tetap bertahan dengan kehidupannya yang sudah dijalaninya selama lima belas musim panas. Aku ikut terhanyut dalam kecemasan Ruita, juga ikut menegang dalam pengharapan Atamu. Dan ketika Ruita ingin memilih Atamu, ia dihadapkan kebimbangan atas pilihannya dan pilihan kedua orangtuanya yang ingin menjodohkan dia dengan Vai, laki-laki yang berstatus satu suku dengannya.

Aku jatuh cinta dengan cara mereka mencintai. Seperti cinta Vai kepada Ruita. Ketika Vai memberikan bunga Toromiro kepada Ruita, aku segera pergi ke laman google untuk mencari tahu bentuk bunga Toromiro seperti apa. Ternyata, Toromiro adalah spesies pohon berbunga yang masih sekeluarga dengan kacang-kacangan. Bunga Toromiro berwarna kuning dan memiliki daun-daun yang berukuran kecil. Sungguh warna yang sangat indah. Namun sayangnya, pada tahun 2005, tanaman ini menjadi salah satu tanaman langka dan akhirnya punah di alam liar. Padahal bunganya cantik, dan kacang yang ada di tanaman Toromiro dapat dijadikan sup yang lezat.

Selain ada kisah Atamu, Ruita dan Vai. Ada sedikit kisah Maneki dan Hima yang juga menyedihkan. Aku ikut merasakan kepedihan yang dirasakan oleh Maneki, ketika Hima gugur dalam berperang. Mereka berpisah bukan karena berbeda suku, tetapi  mereka berpisah karena kematian. Setelah dengan segala pengorbanan yang telah mereka lakukan.

Bagian terfavorit ada pada halaman 146. Tragis, tetapi romantis. Tangis, tetapi bahagia.

Suka dengan nama-nama tokoh yang sangat unik didalam kisah ini; Pea, Arero, Heteriki, Anga, Ruita, Ika, Vai, Dewa Makemake, Atamu, Upertina, Atua, Atan, Rimpa, Haukena, Inai, Maneki, Hima, Takota, Sima dan Kilia.

Quote-able :
Bukankah sesuatu yang tidak kau miliki selalu tampak lebih mengagumkan daripada sesungguhnya?
(Page of 24)

Mata itu seolah bisa melihat caraku memandang dunia. Mata itu seolah datang dari masa depanku.
(Page of 35)

Tapi lalu ia tersenyum. Dan aku tidak tahu bagaimana senyum yang begitu sederhana bisa membuat pasar yang ramai dan seluruh isinya seolah lenyap.
(Page of 55)

Tapi aku tidak tahu harus mengatakan apa. Bukan karena tidak ada, tapi karena terlalu banyak yang ingin kutanyakan, yang ingin kunyatakan. Tapi aku tahu semuanya tidak pada tempatnya, tidak pada waktunya.
(Page of 60)

Aku tak tahu, apakah setengah putaran purnama itu waktu yang cukup untuk melupakan wajah seseorang. Yang jelas, aku belum melupakan wajah si pemilik mata sedikit pun.
(Page of 63)

Ada sesuatu yang membuatku tahu bahwa langkah yang akan kuambil ini bukan hanya langkah kaki biasa.
(Page of 76)

Dan, rasa itu datang. Rasa nyaman yang hanya akan datang setelah kau melakukan suatu hal berulang kali sampai menjadi bagian dari dirimu; rasa nyaman yang juga ada karena kau tahu kau akan terus melakukan hal ini dimasa depanmu.
(Page of 80)

Dan, yang terpikir olehku adalah, bila aku harus menghabiskan seluruh sisa hidupku memandangi mata itu, aku sama sekali tidak keberatan.
(Page of 88)

Apakah ini yang dinamakan cinta? Hal ajaib yang mengubah dua orang asing menjadi dua orang yang begitu dekat seolah mereka berbagi napas yang sama?
(Page of 90)

Dari matanya yang menyipit, aku melihat luka di hatinya.
Jika saja ia dapat melihat bahwa hatiku pun tidak berbeda.
(Page of 102)

Aku tahu ini salah. Tapi entah kenapa, tidak terasa salah.
Dan aku tidak akan bisa hidup tanpa ada harapan untuk bertemu dengannya lagi.
(Page of 102)

Paling tidak rasanya bahagia ketika tahu kami memiliki mimpi yang sama.
Walaupun mimpi itu tidak akan pernah tercapai pada masa hidup kami.
(Page of 104)

Jika seperti ini yang dinamakan kemenangan, apakah kemenangan adalah sesuatu yang memang patut untuk diperjuangkan?
(Page of 138)

Aku mencoba memberikan hatiku padanya.
Tapi aku tidak mampu seolah hatiku sudah tidak ada disana lagi,
(Page of 151)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar